Posts

Catatan Tak Berjudul

Aku menemukan tulisan ini pada lembar-lembar catatan harian yang telah kuarsip 8 tahun lamanya. Tulisan dari seseorang yang tak pernah kutahu lagi keberadaannya. Seseorang yang pada masa itu pernah menjadi patner diskusiku pada malam-malam insomniaku. Orang yang selalu mengajakku belajar dan terus belajar. Aku tak tahu keberadaanya kini. Tapi tulisannya mengabadi. Untitled  by: Ir Oh malam, Jagad ini tak kan sanggup melawan kehendakmu Bahkan, matahari pun bersedia mengalah untukmu Kau naungi semesta ini dengan kegelapanmu Kau hanyutkan bumi ini dengan keheninganmu Kau larutkan hati ini dengan kesunyianmu dan kau hanya memberikan bulan untuk memberi sedikit cahaya.... oh malam, misterimu tak pernah habis keteduhan malam-malammu  jadi alunan-alunan indah yang terangkai menjadi harmoni kehidupan.... Aku mencintaimu malam, seperti aku mencintai siang aku menyayangimu bulan, seperti aku menyayangi matahari... (kamarku yang sunyi 170509 untuk oran

Tentang Rumah Baruku

Image
Ini tentang tempat kerjaku yang baru. Rumah baruku. Kenapa kusebut rumah? Karena di sini aku menemukan keluarga baru. Ada dua belas orang yang menghuni rumah ini. Di sini, aku bekerja dan belajar tentang banyak hal. Belajar dari teman-teman, dari guru-guru yang sudah berpengalaman, dan tentu saja dari murid. Ada beberapa hal menarik yang kutemui di sini. Setiap hari ada saja cerita baru, pengetahuan baru, serta pengalaman berharga baru. Karena di mana pun berada selalu ada sesuatu berharga dan hal positif yang bisa digali. Saatnya menggali dan menemukan harta karun terpendam di rumah baru ini.

Dan Guru pun Bisa Belajar dari Murid

Akan selalu ada yang pertama. Setelah training yang melelahkan selama tiga bulan akhirnya aku mendapatkan kesempatan pertama untuk mengajar di lembaga ini, Alam Bahasa. Adalah James Wellstead, orang Kanada yang menjadi murid pertamaku Senin siang itu, 11 Januari 2010. Mulanya aku khawatir kalau aku akan gugup seperti biasanya ketika aku mikro teaching di kelas training, tapi aku berusaha menjaga kepercayaan dalam diriku ”bahwa aku mampu dan aku bisa, dia baru mulai belajar bahasa Indonesia dan aku sudah belajar bahasa Indonesia sejak TK bahkan sampai aku menyelesaikan studi di universitas”. Kusiapkan semuanya dengan hati-hati dan pukul 10.15 rasa penasaran itu terjawab. Semua tak sesulit yang aku bayangkan bahkan lancar saja. Muridku yang lumayan pintar sehingga yang aku latihkan bisa dia tangkap dengan mudah. Dan aku menikmati pengalaman mengajar itu. Aku merasa nyaman menjadi guru untuk orang asing dari seberang benua itu. Jika aku bandingkan dengan menjadi guru bahasa Indonesia di

Mendaki Borobudur, Membaca Sejarah Budha

Ini perjalanan ke sekian kalinya ke Borobudur. Menyusuri jejak-jejak sejarah peradaban Budha di Indonesia. Kali ini dengan seorang murid dari Belanda. Jam 08.00 kami berangkat dari Alam Bahasa Indonesia, tempatku bekerja sebagai guru bahasa Indonesia untuk orang asing. Perjalanan satu jam yang penuh obrolan ringan cukup untuk membunuh waktu. Memasuki kawasan Borobudur sopir menyuruhku untuk membeli tiket di calo. Rp 120.000 katanya. Aku tidak mau. Seperti biasa aku ingin melewati jalur yang sewajarnya. "Satu tiket asing," kataku pada petugas tiket. "15 dollar atau seratus tiga puluh lima ribu rupiah." Kuulurkan lembaran senilai seratus lima puluh ribu dan petugas mengembalikan lima belas ribu rupiah. Petugas entrance mengecek tiket dan dia bertanya padaku perihal tiketku. Kubilang aku sudah biasa ke Borobudur membawa murid asing dan biasanya tidak pakai tiket. Petugas pun menyilakan kami untuk masuk kebetulan aku memakai baju batik yang merupakan ikon guide Borob

Sebuah Catatan tentang Menunggu (Dari catatan FB)

waiting…….. Kata Gigi menunggu itu bosan, bosan yang memusingkanku….kalau dipikir-pikir bener juga tuh,.,menunggu itu membosankan, bahkan dalam sebuah adegan di film Jomblo dikatakan kalau "cinta itu bisa datang dan pergi tapi cinta itu nggak bisa menunggu" dan smua itu bener apalagi klau menunggu tanpa waktu…..(wuihh) Apapun bahasanya menunggu itu emang ga ngenakin,. bayangin aja kalau kita janjian truzz dah datang ontime ternyata orang yang kita tunggu ngaret…pasti sangat menyebalkan tuh,.,., kalau emang ga mau menunggu jangan suka bikin org lain menunggu donk,.,karena menunggu itu menyakitkan… Coba bercermin pada diri kita, kita sering merasa dongkol kalau orang yang kita ajak janjian atau ngajak janjian nggak ontime padahal kalau kita telusur kadang kita juga kaya gitu. Hal ini karena sudah menjadi ciri khas kalau orang Indonesia suka ngaret. Kalau kita tilik sejarahnya ternyata budaya ngaret itu muncul sebenarnya dari pepatah,.,bagaimana itu bisa terjadi?? li

“Dari Korban Hegemoni Patriarkis sampai Ingin Jadi Superhero”

(Seputar Pertanyaan Kenapa Laki-laki Lebih Memilih Perempuan yang Tergantung Padanya daripada Perempuan Mandiri) Beberapa bulan yang lalu, saya berbincang dengan mantan pacar saya (saat itu masih pacar tentunya) tentang sebagian pasangan yang ketergantungan berlebih pada pasangannya. Ia berkata, “Kamu jangan pernah tergantung padaku, kamu harus mandiri dan berlaku seperti biasa sebelum kita pacaran, karena nanti kalau kita putus, aku sih berharap kalau kita tidak putus, tetapi kalau memang suatu saat nanti kita harus putus luka yang kita tanggung tidak akan seberat ketika kau sudah terlanjur tergantung padaku.” Benar saja ketika akhirnya hubungan kami berakhir, saya masih bisa berdiri sendiri dan meskipun berat tapi bisa lebih cepat mengikis rasa sakit itu sampai akhirnya saya bisa penggantinya. Tak berselang begitu lama, saya bertemu dengan seorang kawan, kami sudah lama tidak berkomunikasi. Seperti halnya perempuan pada umumnya kami berbincang masalah hubungan dengan laki-laki. Saya

Ada Luka

: Ada luka, ketika kau pun akhirnya pergi Ada tangis ketika akhirnya kau tak kembali Tak ada lagi penggalan kisah yang bisa kita rangkai Tak ada lagi puntung-puntung kenangan yang bisa kita kumpulkan Untuk mengingat bahwa pernah ada kisah yang terjalin Akhirnya semua kembali seperti biasa Dan aku benar-benar telah kehilanganmu....... 3 Mei 2009