“Dari Korban Hegemoni Patriarkis sampai Ingin Jadi Superhero”

(Seputar Pertanyaan Kenapa Laki-laki Lebih Memilih Perempuan yang Tergantung Padanya daripada Perempuan Mandiri)

Beberapa bulan yang lalu, saya berbincang dengan mantan pacar saya (saat itu masih pacar tentunya) tentang sebagian pasangan yang ketergantungan berlebih pada pasangannya. Ia berkata, “Kamu jangan pernah tergantung padaku, kamu harus mandiri dan berlaku seperti biasa sebelum kita pacaran, karena nanti kalau kita putus, aku sih berharap kalau kita tidak putus, tetapi kalau memang suatu saat nanti kita harus putus luka yang kita tanggung tidak akan seberat ketika kau sudah terlanjur tergantung padaku.” Benar saja ketika akhirnya hubungan kami berakhir, saya masih bisa berdiri sendiri dan meskipun berat tapi bisa lebih cepat mengikis rasa sakit itu sampai akhirnya saya bisa penggantinya.
Tak berselang begitu lama, saya bertemu dengan seorang kawan, kami sudah lama tidak berkomunikasi. Seperti halnya perempuan pada umumnya kami berbincang masalah hubungan dengan laki-laki. Saya pikir dia masih berpacaran dengan pacar lamanya, usut punya usut ternyata sudah putus dan ketika saya tanyakan ternyata ketergantungan dan kemandirian menjadi permasalahan juga. ”Pacarku ingin selalu dibutuhkan, padahal aku berpikir segala sesuatu yang masih bisa aku lakukan sendiri ya aku lakukan sendiri, aku tidak ingin tergantung padanya,” demikian ungkapnya sore itu selepas acara hajatan seorang kawan. Saya kemudian menyimpan pernyataan itu sambil menyimpan pertanyaan besar, kenapa laki-laki bisa berpikir seperti itu?
Belum lama ini, saya mendapat sebuah SMS dari seorang kawan saya yang lain, ”Pacarku nyekik aku,” katanya. Saya pikir dia bercanda maka saya menanggapi dengan candaan. Tapi ketika kemudian kudatangi di kosnya, benar terdapat luka bekas cekikan di leher dan mata kawan saya itu terlihat sembab karena menangis. ”Ini sudah ke sekian kalinya terjadi,” katanya. Dan hebatnya dia bisa bertahan dengan kondisi seperti itu selama 2 tahun. Setelah perbincangan panjang ternyata semua terjadi karena ia tergantung pada pacarnya. Selama dua tahun mereka terlalu terlihat bersama setiap hari, biaya hidup juga sebagian ditanggung pacarnya, jadi ketika semua kekerasan itu berulang terjadi dia merasa tetap tidak bisa melepaskannya.
Dari beberapa kasus tersebut, saya kemudian berbincang dengan seorang kawan yang lain, ternyata banyak juga kisah serupa. Banyak perempuan yang tidak tergantung (mandiri) ternyata lebih banyak yang gagal dalam percintaan. Tenyata perhatian, perrcaya, dan komunikasi saja belum cukup dalam sebuah hubungan, ternyata ada andil yg lebih besar untuk mempertahankannya yaitu ”ketergantungan”. Dari perbincangan ini lantas terpikir oleh saya untuk menanyakan kepada kawan-kawan lelaki saya. Segera saya tulis sebuah pertanyaan ”Mengapa sebagian besar lelaki lebih menyukai perempuan yang tergantung kepadanya daripada perempuan yang mandiri”. Pertanyaan tersebut kemudian saya kirim di hampir 70-an nomor yang ada di ponsel saya, dan semuanya laki-laki. Tak berselang begitu lama muncul berbagai jawaban. Dari yang mengira saya feminis, sedang terdera patah hati, atau bahkan mengira saya mencari data untuk skripsi. Beberapa kawan tidak menjawab termasuk beberapa mantan pacar saya, mungkin mereka mengira saya masih sakit hati pada mereka. Padahal keinginan saya hanya mencari tahu saja dan dibelakang kalimat saya tambahi pernyataan ”untuk survey”. Tapi sudahlah tidak perlu saya perpanjang lagi yang jelas saya kemudian ingin menulis hasilnya.
Bukan dengan uji-t tentunya (maaf karena nilai statistik saya hanya b- dan untuk skripsi saya masukkan ke analisis data). Tapi saya ingin mendeskripsikan saja meskipun singkat dan terkesan ngawur. Dari sekian banyak pesan singkat yang saya kirim, hampir 50% terbalas, mungkin belum mewakili jumlah lelaki di Indonesia yang sekian puluh juta jiwa, tapi setidaknya cukup lah untuk menjawab pertanyaan besar saya. Dari 50% yang menjawab, hanya ada 5 orang yang menanyakan dirinya memilih perempuan mandiri. Selain itu mereka menjawab dengan jawaban bervariasi yang pada intinya mereka memilih perempuan yang tergantung padanya.
Bermula dari jawaban kawan SMA saya, laki-laki itu senang kalau keberadaannya diakui, senang kalau dirinya berguna, dan dengan memberikan apa yang wanita butuhkan dengan itu ia menyayanginya, selain itu leki-laki kan calon pemimpin rumah tangga, otomatis senang kalau keberadaannya diakui, begitu tulisnya. Tak berapa lama muncul jawaban yang bertentangan dengan pernyataan pertama, agar superior dan perposisi tawar=bisa seenakanya, korban hegemoni patriarki, demikian balasan lainnya. Agaknya jawaban tentangan ini tidak berpengikut. Jawaban-jawaban yang masuk selanjutnya adalah penguatan dari jawaban pertama. ”Biasa, lelaki kan ingin kaya superhero biar terkesan bisa melindungi ceweknya, ” pendapat tersebut semakin diamini oleh pendapat-pendapat sejenis lain. Sudah takdirnya dari zaman Nabi Adam, Majapahit, samapai sekarang juga kodratnya seperti itu. Karena aki-laki kan calon pemimpin otomatis yang dipimpin harus dibawah pemimpinnya lah. Biar laki-laki ada gunanya. Kalau perempuan tergantung kan membuat laki-laki menjadi laki-laki beneran, laki-laki senang jika bisa diandalkan pasangan. Lah emang laki-laki harus mengayomi perempuan, dari sononya secara fisik dan psikis juga laki-laki lebih kuat so memang harus mengayomi perempuan, pandangan masyarakan memang mengharuskan seperti itu. Itu sih emang ego dasar laki-laki Neng. Jawaban-jawaban lain sejenis masih terus menerus muncul sampai siang itu sebuah SMS masuk dari teman SMA saya juga: karena laki-laki itu beranggapan bahwa semakin cewek bergantung padanya cewek semakin berat untuk lepas/putus, dengan kata lain posisi tawar laki-laki jadi lebih kuat.
Mungkin tidak semua pesan pendek yang masuk bisa saya tuliskan, karena jawaban yang muncul rata-rata adalah sejenis. Lewat catatan singkat ini, saya tidak akan menyimpulkan apapun, simpulkan sendiri saja. Nanti kalau saya simpulkan saya dikira feminis lagi atau lebih ekstrem malah dikira korban lelaki.

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah Catatan Kecil...

Perkembangan Aliran Linguistik

PEMAKAIAN BAHASA PROKEM SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI DI KALANGAN REMAJA